BENGKULU, Estom.id – Keluhan masyarakat terkait kenaikan pajak kendaraan bermotor, khususnya akibat penerapan opsen pajak, turut mendapat perhatian dari Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring. Ia menyampaikan bahwa penerapan kebijakan tersebut sangat tergantung pada keputusan gubernur serta bupati/wali kota masing-masing daerah.
“Pertama, perspektifnya harus disamakan. Kita harus fokus pada solusi, bukan semata memperbesar masalah. Fakta hari ini, masyarakat memang mengeluh karena mendapati besaran pajak naik secara tiba-tiba. Ini fakta di lapangan yang tidak bisa dibantah,” ujar Usin, Sabtu (17/5/2025).
Menurutnya, jika orientasi utama adalah solusi, maka tidak perlu ada saling menyalahkan antar pemangku kepentingan. Kepala daerah yang baru, lanjut Usin, seharusnya mengevaluasi dan memperbaiki kebijakan terdahulu yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat.
“Yang disayangkan, justru muncul narasi saling menyalahkan. Kalau ingin objektif, menyalahkan gubernur dan DPRD sebelumnya berarti juga menyalahkan Presiden Joko Widodo yang mengesahkan undang-undang tersebut, dan Presiden Prabowo Subianto yang melaksanakannya,” tegas politisi Partai Hanura itu.
Sebagai informasi, kenaikan pajak ini merupakan konsekuensi dari terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). UU ini mengatur soal Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), serta opsen PKB dan BBNKB.
Usin menjelaskan, opsen pajak mulai diberlakukan sejak 5 Januari 2025. Namun sebelumnya, telah diterbitkan Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.13.1/6764/SJ yang mengatur petunjuk teknis pemberian keringanan atau pengurangan atas PKB, BBNKB, dan opsennya.
Berdasarkan SE tersebut, Plt. Gubernur Bengkulu kala itu, Rosjonsyah, mengeluarkan SK No. P.02.BAPENDA Tahun 2025 yang memberikan sejumlah potongan pajak, seperti diskon 24,7% untuk PKB pribadi, 37,25% untuk BBNKB roda empat, dan 49,8% untuk roda dua.
Sayangnya, SK itu hanya berlaku hingga 7 Mei 2025. Setelahnya, besaran pajak kembali normal, yang menyebabkan keluhan dari masyarakat. Usin menyayangkan kurangnya sosialisasi selama masa berlaku keringanan tersebut.
Ia menyarankan agar gubernur bersama bupati/wali kota duduk bersama membahas ulang kebijakan opsen pajak yang 66 persen hasilnya menjadi pendapatan kabupaten/kota.
“Opsen pajak itu bukan harga mati. Bisa diturunkan, bahkan dipangkas jadi nol persen. Semua tergantung pada keputusan kepala daerah,” pungkas Usin.
Pewarta: Restu Edi
Editor : Adi Saputra