Estom.id – Terkait kritikan yang dilontarkan konten kreator Apip Lentuy melalui videonya yang menolak perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun, Hal tersebut mendapat Respon dari Dewan Bengkulu Selatan dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu.
Wakil Ketua I DPRD Bengkulu Selatan Juli Hartono, menilai bahwa para kades (kepala desa) terlalu berlebihan.
Menurutnya, sebagai seorang pejabat publik tersebut sudah biasa yang namanya di kritik, diberi masukan atau saran dan lainnya.
“Intinya dengan adanya permasalahan tersebut, ada hikmahnya. Untuk dipahami sudah semestinya seorang pemimpin dalam masa jabatanya selalu mendapatkan caci maki, kritik serta yang lain dari masyarakat. Pada intinya jangan terlalu baperan bawah aja bahwa ke hal-hal yang positif,” ungkap Juli kepada TribunBengkulu.com, Sabtu (18/2/2023).
Bahkan, diimbau jugau kepada kontent kreator untuk selalu dijalan yang benar sesuai prosedur. Karena, negara ini adalah negara hukum.
“Jadi, jangan sampai kritik, saran dan masukan tersebut menyinggung sesuatu atau pribadi. Bermedia sosial dengan bijak, jangan sampai ucapan yang disampaikan merugikan sesuatu pihak atau pribadi. Kalau seorang pejabat publik memang sudah makananya dikritik,” kata Juli.
Sementara itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Harry Siswoyo sangat menyayangkan apa yang dialami oleh konten kreator Apip Nurahman atas yang dilakukan oleh para kepala desa di Kabupaten Bengkulu Selatan.
Semestinya, jika para kepala desa ini memahami bagaimana kehidupan berdemokrasi yang baik dan soal hak kebebasan berekspresi.
Tentu apa yang disampaikan oleh publik lewat medium apa pun, akan menjadi warna bagi demokrasi yang sehat.
Hak untuk berbicara dan menyampaikan pendapat menjadi hak penuh siapapun. Ia dilindungi oleh undang-undang. Jadi tidak sepantasnya jika sebuah kritik, pendapat atau aspirasi mesti direspons berlebihan.
”Saya melihat, apa yang disampaikan oleh konten kreator seperti Apip Nurahman,masih sangat wajar sekali dan itulah bentuk kehidupan demokrasi yang baik. Para kepala desa, semestinya harus memahami bahwa hari ini dengan terbukanya akses internet tantangan terbesar kita adalah bukan lagi soal terbukanya keran akses bagi publik untuk bersuara. Namun bagaimana suara yang berbeda mesti dianggap sebagai warna dan diselesaikan dalam perbincangan yang kondusif,” kata Hery Selasa (31/1/2023) dalam keterangan resminya .
Harry khawatir, jika ada praktik-praktik yang memaksa siapapun yang menyampaikan pandangan berbeda harus meminta maaf dengan tekanan tertentu Seperti yang dialami saudara Apip.
”Ke depan akan memberi dampak buruk bagi suara-suara kritis yang semestinya bisa menjadi penyeimbang untuk bersuara,” jelas Harry. (Red)