Jalur Restoratif Justice, Polres Mukomuko Bebaskan Enam Petani yang Dilaporkan PT. DDP

0
90
Gelar Restoratif Justice, Polres Mukomuko Hentikan Kasus Pencurian Dengan 6 Orang Tersangka

Enam orang petani Mukomuko yang ditahan atas perkara pencurian kelapa sawit akhirnya bebas. Pembebasan itu sehubungan dengan telah tercapainya kesepakatan damai antara PT Dharia Dharma Pratama (DDP) selaku pelapor dengan para petani, Jumat, (07/10/22)

Menindaklanjuti kesepakatan damai tersebut, Sat Reskrim Polres Mukomuko kemudian menerapkan penyelesaian perkara melalu jalur Restoratif Justice (RJ).

Penerapan RJ untuk 6 petani itu disampaikan langsung Kapolres Mukomuko AKBP Nuswanto didampingi Ketua DPRD Mukomuko, M. Ali Saftaini dan dihadiri manajemen PT DDP selaku pelapor dan kuasa hukum petani selaku terlapor.

“Dengan proses ini, kita juga melakukan pembebasan terhadap enam orang warga yang sebelumnya ditetapkan sebagai terduga pelaku dan sempat ditahan” terang Kapolres Mukomuko AKBP Nuswanto, Sabtu, (08/10/22)

Kapolres juga menimbau agar seluruh elemen masyarakat untuk dapat menghindari perbuatan melawan hukum atau tindak pidana yang memiliki konsekuensi penindakan hukum.

Kasat Reskrim Polres Mukomuko IPTU Susilo menyampaikan langkah Restoratif Justice diambil setelah adanya pengajuan dari kedua belah pihak yang menyatakan telah memiliki kesepakatan.

Adapun salah stau poin ksepekatannya tidak akan melakukan penuntutan hukum dan akan menyelesaikan secara kekeluargaan.

Keenam petani ini sebelumnya ditahan di Polres Mukomuko atas perkara pencurian kelapa sawit. Mereka dilaporkan pihak DDP dengan tuduhan melakukan pencurian di lokasi perkebunan yang diklaim DDP milik mereka.

Namun, menurut kuasa hukum para petani, Saman Lating lahan tersebut dalam status sengketa. Ia menjelaskan, konflik antara DDP dengan warga setempat berawal dari tahun 1986 yang mana wilayah adat Kecamatan Malin Deman dicaplok menjadi HGU PT. Bina Bumi Sejahtera (BBS).

Tahun 1991-1992 BBS mulai melakukan pengukuran lahan dan mulai melakukan penggusuran namun ditolak warga.

Selanjutnya pada 01 Agustus 1995 BPN Bengkulu Utara menerbitkan sertifikat HGU atas nama PT BBS dengan No 34 dengan luas 1.889 Ha dengan jenis komoditi kakao/coklat. 340 Ha lahan kemudian ditanami kakao/coklat dan 14 Ha lainnya ditanami kelapa hibrida.

Tahun 1997 BBS menghentikan aktivitas perkebunan dan masyarakat menggarap lahan yang ditelantarkan tersebut dengan bertanam kelapa sawit, karet, jengkol, durian dan tanaman lainnya.

Tahun 2005 DDP kemudian datang dan menyampaikan kepada masyarakat kalaulah lahan tersebut sudah dibeli dari BBS. Selanjutnya DDP mulai menggarap lahan dengan cara menggusur dan memaksa petani menerima konpensasi bahkan mengintimidasi. DDP juga menanam kelapa sawit yang berbeda dengan komoditas HGU PT BBS.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here